Tuesday, July 28, 2009

SUKARNO DI TAMPAK SIRING


Tampak siring adalah tempat yang paling berkesan dan terpenting bagi seorang Soekarno, disamping alamnya sangat sejuk dan udaranya bersih, tetapi ada yang lebih penting lagi yaitu inspirasi Soekarno muncul karena memang ada instalasi spiritual yang berbentuk candi/tugu dengan lima undagan/tingkatan, artinya inilah inspirasi Indonesia masa depan dengan latar belakang yang beraneka budaya dan agama ; PANCA SILA

Monumen tersebut ternyata sudah ada sejak jaman prasejarah dulu,ketika Bali sebelum menjadi genggaman Majapahit.

WEJANGAN EYANG KARNO


Ajak mereka duduk tanpa wadah
Serahkan pada anak cucu
Semakin memunculkan kemampuan, Negara ini makin hancur
Banyak wadah karena bodoh..kalau mampu dengan sedikit wadah, maka tidak bodoh
Pikiran banyak terbuang
Pemborosan

7 Kunci keberhasilan;
1.Harta
2.Wasiat
3.Aturan
4.Tatanan Alam
5.Persatuan
6.Kemakmuran
7.Ikatan

Siapa yang e l i n g pasti mahardika dan makmur

Thursday, July 23, 2009

MUSYAWARAH MAJELIS LELUHUR TENTANG PANCASILA


Salam Pancasila,

Dengan merundukkan hati kepada Gusti Pangeran Nu Maha Agung, ijinkan saya –
semar samiaji – menyampaikan berita akan berlangsungnya musyawarah yang
bertujuan untuk:

- menyatukan persepsi dalam kesatuan terhadap amanah leluhur Bangsa
Indonesia - Pancasila;
- membangun kepedulian bagi tanah di bumi pertiwi dalam ujud menyemai
dan membudidayakan amanah leluhur Bangsa Indonesia – ISI Pancasila;
- berupaya mengajak kedamaian dan kerukunan yang nyata dalam beragama
dan berkeyakinan kepada Yang Maha Kuasa sebagai komitmen bersama ujud Ketuhanan
Yang Maha Esa.

Waktu penyelenggaraan dijadwalkan tanggal 2 Juli 2009, mulai pukul 20.00 WIB
s.d. keesokan harinya (1 malam). Tempat padepokan Majelis Para Leluhur, Gunung
Salak, Bogor, Jawa Barat. Secara rinci pelaksanaan kegiatan ini akan
disampaikan paling lambat tanggal 29 Juni 2009 satu per satu kepada para
peserta yang “tergerak hati” untuk mengikuti musyawarah ini.

Untuk membantu proses pendaftaran mohon cantumkan hal-hal berikut ini:

- Nama Lengkap, alamat yang bisa dihubungi dalam bentuk telpon dan atau
pun alamat e-mail;
- Menyampaikan motivasinya mengikuti acara ini dalam kalimat yang
singkat.

lalu mohon dikirim ke kind_evil...@yahoo.com.

Ujud musyawarah dilaksanakan melalui tatanan spiritual dan ujud laku terbaik
bagi setiap diri yang benar-benar atau sungguh-sungguh PEDULI kepada amanah
budaya Bangsa Indonesia yang terkristalisasi dalam Pancasila. Untuk itu,
peserta acara tidak dibedakan menurut agama / keyakinan, suku dan ras, warna
kulit, gender, latar belakang pendidikan, dan perjalanan hidupnya. Dalam
musyawarah ini TIDAK dibenarkan adanya perdebatan.

Atas perhatian dan pengertian yang diberikan, terhaturkan terima kasih.


Salam Pancasila & Silih-Wangi –
Saling Asah, Asih, & Asuh

semar samiaji

PANCASILA OLEH BUNG KARNO


ENDANG Saifuddin Anshari, dalam bukunya berjudul: Piagam Jakarta 22 Juni 1945, mengemuka-kan pertanyaan sebagai berikut : “Apakah Soekarno benar-benar perumus yang pertama sekali Lima Sila itu?” Jawabnya adalah negasi. Tiga hari sebelum Soekarno menyampaikan pidatonya yang terkenal itu, Muhammad Yamin telah menyampaikan, pada tanggal 29 Mei 1945, di depan sidang Badan Penyelidik tentang Lima Asas sebagai dasar bagi Indonesia Merdeka, sebagai berikut: Peri-Kebangsaan, Peri-Kemanusiaan, Peri-Ketuhanan, Peri Kerakyatan dan Kesejahteraan Rakyat.

Tidak terdapat perbedaan fundamental antara Lima Asas Yamin dan Lima Sila Soekarno itu. Perbedaan hanya dalam istilah yang digunakan untuk “demokrasi” dan dalam susunan atau urutan asas-asas tersebut. Mohammad Roem, seorang pemimpin terkenal Masyumi memandang : “Tema dari kedua pidato itu sama, jumlah prinsip atau dasar sama-sama lima, malah sama juga panjangnya pidato, yaitu dua puluh halaman dalam “Naskah” tersebut. 17) B.J. Boland mencatat bahwa atas dasar kesamaan ini maka orang sampai kepada kesim-pulan bahwa “The Pancasila was in fact creation of Yamin’s, and not Soekaro’s. 18) (Pancasila itu ternyata karya Yamin, dan bukan karya Soekarno).

(Dalam beberapa tahun terakhir hidupnya, dalam beberapa kesempatan baik secara implisit maupun eksplisit, Mohammad Hatta membantah anggapan bahwa Yamin perumus pertama ”Panca-sila”. Hatta memperkuat anggapan, bahwa Soekarnolah perumus pertama “Pancasila”. Ban-tahan Hatta tersebut meragukan, sekurang-kurang-nya menimbulkan beberapa pertanyaan . Mengenai masalah ini diperlukan pembahasan khusus, dan tidak akan diuraikan disini .

Bagaimanapun, ini semua bukanlah rumusan pertama prinsip-prinsip ini. Ketika Yamin dipecat dari Gerindo pada tahun 1939, kemudian dia dan kawan-kawannya mendirikan Partai Persatuan Indonesia (Parpindo) berasaskan Sosial-nasionalisme dan Sosial-demokrasi. Enam tahun sebelumnya, dalam konferensi Partindo (Partai Indonesia) di Mataram pada bulan Juli 1933, Soekarno menya-takan bahwa bagi kaum Marhaen asas itu ialah Kebangsaan atau Kemarhaenan (Marhaenisme). Di dalam ayat 1 putusan konferensi tersebut ditegaskan bahwa Marhaaenisme itu bukanlah lain melainkan Sosio-nasionalisme dan Sosio-demokrasi; 22) Sosio-nasionalisme terdiri atas (1) Internasionalisme dan (2) Nasionalisme, sedangkan Sosio-Demokrasi mencakup (3) Demokrasi dan (4)Keadilan Sosial; 23) Oleh karena itu jelaslah baik “Pancasila” Soekarno maupun Lima Asas Yamin bukanlah lain melainkan pernya-taan kembali (Restatement) empat segi Marhaenisme Soekarno yang dirumuskan pada tahun 1933 ditambah Ke-Tuhanan.

Keterangan-keterangan Soekarno sendiri me-ngenai prinsip-prinsip ini dalam Badan Penyelidik menunjukkan dengan jelas bahwa dia sendiri mengakui ketergantungannya pada orang-orang lain. Ketika membahas hubungan antara Nasional-isme dan Internasionalisme dan menyatakan :
“Saya mengaku, pada waktu saya berumur 16 tahun, duduk di bangku sekolah H.B.S di Surabaya, saya dipengaruhi oleh seorang sosialis yang bernama A. Baars, yang memberi pelajaran kepada saya,-katanya : jangan berfaham kebangsaan, tetapi berfahamlah rasa kemanusiaan sedunia, jangan mempunyai rasa kebangsaan sedikitpun. Itu terjadi pada tahun 17. Tetapi pada tahun 1918, alham-dulillah, ada orang lain yang memperingatkan saya,- ialah Dr. Sun. Yat Sen ! Di dalam tulisannya “San Min Chu I” atau “The Three People Principles”. Saya mendapat pelajaran yang membongkar kosmo-politanisme yang diajarkan A. Baars itu. Dalam hati saya sejak itu tertanamlah rasa kebangsaan, oleh pengaruh “The Thrre People Principles” itu. Maka oleh karena itu, jikalau seluruh bangsa Tionghoa mengharap Dr Sun Yat Sen sebagai penganjurnya, yakinlah, bahwa bung Karno juga seorang Indonesia yang dengan perasaan sehormat-hormatnya merasa berterima kasih kepada Dr Sun Yat Sen, – sampai masuk lobang kubur.
Ketika membicarakan prinsip keadilan sosial, Soekarno sekali lagi menyebutkan pengaruh San Min Chu I karya Dr. Sun Yat Sen :
“Prinsip nomor 4 sekarang saya usulkan. Saya di dalam tiga hari belum mendengarkan prinsip itu, yaitu prinsip kesejahteraan, prinsip : tidak akan ada kemiskinan di dalam Indonesia merdeka. Saya katakan tadi : prinsipnya San Min Chu I ialah Mintsu, Min chuan, Min Sheng : nationalism, democracy, sosialism. Maka prinsip kita harus ……. Kesejahte-raan sosial, ……. Sociale rechtvaardigbeid.”

Ketiga prinsip Nasionalisme, demokrasi dan Sosialis ini dapat ditelusuri kembali kepada tahun 1885. Menurut Soekarno :
“Maka demikian pula,jika kita hendak mendi-rikan Negara Indonesia Merdeka, Paduka tuan ketua, timbullah pertanyaan : apakah “Weltans-chauuung” kita, untuk mendirikan negara Indo-nesia Merdeka diatasnya? Apakah nasionalis-sosialism? Apakah San Min Chu I, sebagai dikatakan oleh doktor Sun Yat Sen ?

Di dalam tahun 1912 Sun Yat Sen mendirikan negara Tiongkok mereka, tetapi “Welants-chauuung”nya telah dalam tahun 1885, kalau saya tidak salah, difikirkan, dirancangkan. Di dalam buku “The Three People’s Principles” San Min Chu I, – Mintsu, Min chuan, Ming Sheng, -Nasionalisme, demokrasi, sosialisme,- telah digambarkan oleh Dr Sun Yat Sen Weltanschauung itu, tetapi baru dalam tahun 1912 beliau mendirikan negara baru di atas “Weltanschauuung” San Min Chu I itu, yang telah disediakan terdahulu berpuluh-puluh tahun.”

Marhaenisme Soekarno pada 1913 nampak jelas merupakan kembali The Three People’s daripada San Min Chu I ditambah Internasionalime. Prinsip Soekarno yang terakhir ini jelas diilhami oleh Kosmopolitanisme A. Baars yang dikritik dan dikoreksinya” kemudian diubahnya menjadi Internasionalime. Hal ini bukti dari pernyataan Soekarno sendiri, dan mengenai masalah ini tidak perlulah kita perbincangkan lebih lanjut. Perta-nyaan yang penting ialah dari sumber manakah Soekarno dan Yamin mengambil prinsip Ke-tuhanan.

Tiada keraguan, keduanya menemukan prinsip ke-Tuhanan ini dari alam fikiran dan cita-cita yang diungkapkan oleh pemimpin Islam di dalam Badan Penyelidik, yang menolak kebangsaan dan mengajukan Islam sebagai dasar negara. Van Nieuwenhuijse – dan juga yang lainnya – mengakui bahwa cita dan pengertian Ke-Tuhanan ini “has basically a Muslim background”, walaupun “it is not always necessarily unacceptable to non-Muslim” (pada dasarnya berlatar belakang muslim, walaupun tidak usah selalu tidak dapat di terima oleh golongan bukan (Muslim). Lebih tegas lagi jawaban Profesor Hazairin mengenai masalah ini :
“Dari manakah datangnya sebutan “Ketuhanan Y.M.E.” itu? Dari fihak Nasrani-kah, atau fihak Hindu-kah atau dari fihak “Timur Asing” (seorang keturunan Cina)-kah, yang ikut bermusyawarah dalam panitia yang bertugas menyusun UUD 1945 itu ? Tidak mungkin ! Istilah “ketuhanan Yang Maha Esa” itu hanya sanggup diciptakan oleh otak, kebijaksanaan dan iman orang Indonesia Islam, yakni sebagai penerjemah pengertian yang terhim-pun dalam “Allahu al-wahidu al-ahad” yang disalurkan dari QS. 2:163 dan QS. 112, dan dizikir-kan dalam doa Kanzu ‘Arsy baris 17.

Dengan kata-kata Departeman Agama :
It is just obvious that there is a relationship between the Pancasila’s principle of Belief in God the One with the Isamic Tawhid of Theology (the tawhid of Islamic theology ? – ESA). It is obvious that the first principle of Pancasila, which is “prima causa” or most primary, is in line with some of the teaching of Islamic Tawhid, Vis, “Tawhidushifat” (Tawhid as-sifat) and “Tawhid-I f’aal” (tauhid Af-al), in the sense that God is One in His deeds. These teachings are also accepted by other religions in Indonesia.
Jelaslah bahwa ada hubungan antara sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila dengan ajaran tauhid dalam teologi Islam. Jelaslah pula bahwa sila pertama Pancasila yang merupakan “prima causa” atau sebab pertama itu, sejalan dengan beberapa ajaran tauhid Islam, dalam hal ini ajaran tentang tauhidu’s shifat dan Tauhidu ‘l-Af’al, dalam pengertian bahwa Tuhan itu Esa dalam sifat-Nya dan perbuatan-Nya. Ajaran ini juga diterima oleh agama-agama lain di Indonesia.

Bahwa prinsip ke-Tuhanan Soekarno itu didapat dari – atau sekurang-kurangnya diilhami oleh uraian-uraian dari para pemimpin Islam yang berbicara mendahului Soekarno dalam Badan Penyelidik itu, dikuatkan dengan keterangan Mohamad Roem. Pemimpin Masyumi yang ter-kenal ini menerangkan bahwa dalam Badan Penyelidik itu Soekarno merupakan pembicara terakhir; dan membaca pidatonya orang mendapat kesan bahwa fikiran-fikiran para para anggota yang berbicara sebelumnya telah tercakup di dalam pidatonya itu, dan dengan sendirinya perhatian tertuju kepada (pidato) yang terpenting”, komentar Roem, “pidato penutup yang bersifat menghimpun pidato-pidato yang telah diucapkan sebelumnya”.

Penting untuk dicatat bahwa Soekarno sendiri secara tegas menolak anggapan bahwa dia “pencip-ta” pancasila. Dalam pidato inaugurasi penerimaan gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Gadjah Mada, dia menyatakan : “janganlah dikatakan saya ini pembentuk ajaran Pancasila. Saya hanya seorang penggali daripada ajaran Pancasila itu”.

Atas anjuran Presiden Soeharto, maka dibentuk-lah Panitia Pancasila yang terdiri atas lima orang, yakni : Mohammad Hatta, Ahmad Subardjo, A.A. Maramis, Sunario dan A.G. Pringgodigdo, yang dianggap dapat memberikan pengertian sesuai dengan alam fikiran, dan semangat lahir batin para penyusun UUD 1945 dengan Pancasilanya.

Di dalam sidangnya pada tangal 10 januari 1979, pukul 09.15, terjadilah diskusi yang menarik kita catat sehubungan dengan masalah sumber peng-ambilan sila ketuhanan. Prof. Sunario, seorang tokoh penting PNI berkata : “Bung Karno mengatakan bahwa beliau adalah merupakan salah satu penggali Pancasila : saya kira ini benar”. Hatta langsung menyambut :
“Mungkin saja, tetapi yang jelas Bung Karno banyak mendapat ilham. Ya, memang demikian halnya, misalnya saja asas Ketuhanan dari pihak PSII merupakan asas perjuangan partai.
Dalam pelbagai kesempatan Soekarno sering mengungkapkan bahwa dia menggali “Pancasila”-nya itu langsung dari Indonesia sendiri, karena katanya, ajaran itu “dari zaman dahulu sampai dengan sekarang ini yang nyata selalu menjadi isi daripada jiwa bangsa Indonesia”.

Ketika ada orang yang berkata, bahwa Soekarno menggali kurang dalam, dia menjawab :
“Dan saya tegaskan, saya ini orang Islam,tetapi saya menolak perkataan bahwa pada waktu saya menggali di dalam jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia kurang dalam menggalinya ……………
Sebaliknya saya berkata : Penggalian saya itu sampai zaman sebelum ada agama Islam. Saya gali sampai zaman Hindhu dan pra-Hindu. Masyarakat ini boleh saya gambarkan dengan saf-safan. Saf ini di atas saf itu, di atas saf itu ada saf lagi. Saya melihat macam-macam saf. Saf pra-Hindu, yang pada waktu itu telah menjadi bangsa yang berkultur dan bercita-cita.”

Seperti yang telah dipaparkan di atas, bukanlah dari bumi Indonesia Soekarno terutama menggali “Pancasila”-nya itu : idea-idea dan sumber-sumber luar memegang peranan penting dalam pelahir-annya. Seperti telah disinggung di atas, penemuan Soekarno yang asli sekurang-kurangnya ialah pena-maan “Pancasila” itu. Roem menyatakan pendapat, bahwa “kalau ada yang harus kita akui dari Ir. Soekarno sendiri ialah nama lima dasar itu, yaitu “Pancasila”. Akan tetapi di dalam soal penamaan itu pun kita berkesimpulan, bahwa hal itu bukanlah asli dari Soekarno, karena dia sendiri mengakui :
Namanya bukan Panca Dharma, tetapi – saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa – namanya Pancasila. Sila artinya asas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia kekal abadi. ?

POTRET ANAK BANGSA


Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar dan negara yang kaya dan luas, namun masih ada yang kurang maksimal dalam pengelolaannya. Nasib bangsa ini masing sangat ketergantungan sekali dengan kondisi politik saat ini, tak seorangpun mampu keluar dari martabat ideal yaitu menjadi negarawan. Saling jegal dalam berpolitik karena satu alasan yaitu uang/duit/UUD, dengan tidak punya rasa malu mereka seakan - akan demi kepentingan rakyat dengan sengaja memamerkan kekuatan padahal mereka hanya mewakili kelompoknya saja. Rakyat dibuat seakan -akan begitu bodoh dan gampang diperdaya, karena faktor undang - undang yang dibuat orang politik saja yang menjadikan rakyat tidak berdaya.

Mari kita lihat gaya hidup masyarakat yang kondisi sehari -harinya tidak terpengaruh dengan politik saat ini, yaitu di dusun Tohpati bebandem karangasem, ada Sekolah Dasar yang keadaan sekolahnya biasa - biasa saja, kondisi pengajar juga yang standar. Mereka melakukan kegiatan belajar mengajar dengan sangat ideal yaitu karena tugas dan tanggung jawab yang mengahruskan mereka untuk melakukan kewajiban ini, bahkan ada seorang pensiunan pegawai negeri sipil yang juga ikut mengabdi sebagai tenaga pengajar tanpa mengikinkan honor.
Ditahun terakhir ini ada lagi seorang sukarelawan desa yang mau menjadi tenaga kontrak yang bahkan sampai saat ini belum keluar SK kontraknya, berarti sampai saat ini juga belum pernah mendapatkan gaji dari apa yang sudah dilakukannya.Beliau ini tidak pernah sedikitpun mengeluh karena gaji itu, karena rasa pengabdian sajalah yang mampu menjalankan sampai saat ini.
Kegiatan sekolahpun berjalan seakan tak perduli dengan kondisi diluar, dengan dukungan para orang tua / wali siswa juga. Anak -anak belajar seakan- akan masa depannya mereka akan mampu mereka raih, sekali lagi kerisauan dan keraguan akan kondisi bangsa hampir mereka tak pernah pertanyakan. Mereka berkarya semampu apa yang mereka perbuat, dengan kewajiban murni para pengajar dan Kepala Sekolah serta dukungan para orang tua /wali siswa sekolah berjalan sebagai mana mestinya.

Namun kami hadir sebagai Komunitas Pemerhati Anak Bangsa merasa prihatin dan pilu melihat perkembangan negeri ini, tanpa pernah menoleh kearah anak bangsa ini pemerintah seakan tak mau peduli dengan keadaan mereka, perhatian perbaikan sekolah memang ada, tapi tidak cukup hanya itu, mereka membutuhkan fasilitas yang lain yang nantinya dapat mendukung cita - cita luhur mereka, mereka melakukan kegiatan dengan sarana yang serba kekurangan.
Sebagai tawaran murni kami akan siap membantu dengan cara mencarikan donasi kepada siapa saja yang peduli dengan pendidikan anak negeri yang serba kekurangan, namun potensi dan kerja keras mereka sangat tinggi.

Demikianlah sekilas potret anak negeri ini semoga mendapat perhatian kepada siap saja yang membaca topik ini....terima kasih.

Thursday, April 16, 2009

PAHLAWAN BESAR


Gandhi..... adalah Pahlawan besar, dia tidak memegang senjata, melainkan permainan intelektual dengan berpegang teguh pada ajaran  satyagraha ; membela martabat bangsa dan negara, swadesi; mencintai  produk dalam negeri dan ahimsa; tidak melakukan kekerasan dalam berpolitik.